ISLAM DI INDONESIA

PANDANGAN TENTANG ISLAM MAYORITAS DI INDONESIA

Tulisan saya ini tujuannya untuk mendiskusikan pandangan masyarakat tentang sebagian alasan mengapa Indonesia sebagai negara mayoritas tetapi konsep ajaran Islam tidak diterapkan dalam tata hukum dan konsep negara. Pernyataan di bawah ini adalah garis besar realita yang dilihat terutama di Jawa.

Indonesia adalah negara mayoritas muslim tercatat pada tahun 2010. Populasinya sebesar presentase 87% dari jumlah total penduduk Indonesia. Dilihat dari besaran tersebut terdapat indikator bahwa Islam berjaya di negara yang jauh dari tempat kelahiran Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia. Kerajaan tersebut merupakan pondasi sebuah kekuatan yang kelak menjadi prioritas dalam pembentukan asas negara. Jumlah di atas tidak menjadikan negara ini sebagai negara yang berhukum Islam. Berbagai pertentangan tentang asas negara dilatarbelakangi adanya keberagaman suku, ethnis dan agama. Berlandaskan asas demokrasi, maka Islam tidak menjadi superioritas. Semua unsur perbedaan menjadikannya satu dalam bangsa dan negara Indonesia. Negara yang menunjung tinggi hak beragama, bernegara dan berpolitik.

Mengenai masuknya Islam di Nusantara ada tiga teori yaitu teori Gujarat, Arab dan Persia. Mereka berdagang sekaligus mengenalkan Islam kepada pedagang lainnya. Dari merekalah Indonesia mengenal Islam dengan cara damai tanpa peperangan. Proses penyebaran Islam berlangsung selama abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi melewati beberapa cara dengan damai, yaitu melalui perdagangan, perkawinan, dakwah, pendidikan, seni budaya dan tasawuf. Sebelum sampai abad ke- 14, pada abad ke-8 Masehi telah berdiri kerajaan islam pertama yang berdiri di Pulau Sumatera bernama Perlak.

perdagangan di malaka

Di Jawa Kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan Demak yang bersultan pertama adalah Raden Fatah (1500). Disebabkan faktor internal Kerajaan Majapahit, kekuasaan yang terus lemah dan hancur sepeninggalan hayam Wuruk dan Gajah Mada. Adanya pemerintahan Raden Patah kemajuan tidak hanya dalam bidang maritim tetapi juga dalam bidang pertanian. Jawa yang memiliki tanah subur menghasilkan bahan pangan terutama makanan pokok yang diperjualbelikan dalam pasaran internasional. Tidak lupa pula Kerajaan Demak mendirikan Masjid Demak sebagai pusat kegiatan ajaran Islam di Jawa dengan para pemukanya yaitu Walisongo.          

islam jawa

Fenomena masyarakat Indonesia mayoritas memeluk Islam tidak lepas dari beberapa faktor kondisi masyarakat Indonesia. Pemeluk Islam tidak hanya golongan waisya yang mana merekalah interaksi pertama karena adanya perdagangan dengan orang Arab, Persia dan Gujarat. Pada strata bawah yaitu kasta sudra, mereka tertarik memeluk islam karena di dalam Islam semua makhluk itu sama kedudukannya di mata Tuhan yang membedakan hanyalah tingkat ketaatan pada aturan agama. Sedangkan bagi golongan bangsawan kerajaan Hindhu-Budha merasa dirugikan dengan adanya konsep strata sosial tersebut dan sebagai gantinya kerajaan terkuatlah yang bertahan di tanah ini.

Pada masyarakat Jawa kebudayaan masih mendarah daging. Ritual magis masih sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan sosial. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme mengajarkan untuk mempercayai adanya kekuatan dalam ruh dan beda-benda alam di sekitarnya. Kepercayaan pada tanda-tanda alam adalah respon dari kekuatan alam yang murka sehingga mereka melakukan upacara pengorbanan untuk alam berupa hewan, hasil panen atau manusia. Konsep ritual magis yang mereka lakukan seperti memberi sesajen pada pohon besar, batu besar dan roh-roh nenek moyang menjadi tradisi yang tidak lepas dari masyarakat Jawa. Ketika agama Hindhu-Budha muncul di Nusantara tidak menjadikannya permasalahan serius karena tidak bertentangan dengan konsep ritual yang sudah ada. Hanya saja media dalam ritual berbeda, yaitu mereka percaya pada Dewa dan Dewi yang mengatur alam semesta. Sedangkan raja adalah titisan Dewa yang ikut dipuja dan tidak bisa ditentang.

Berbeda dengan konsep ajaran Islam, penyembahan hanyalah kepada Tuhan yang satu sebagai penguasa alam semsta dan isinya. Ritual ibadah berbeda dengan konsep kepercayaan sebelumnya. Islam tidak mengenal menyan, sesaji dan kekuatan yang ada di alam selain Tuhan yang satu. Dengan adanya konsep yang sudah melekat tersebut tidak bisa dihilangkan. Kemudian, dengan segala cara ajaran Islam dikenalkan dengan memasukkan konsep islam di dalam ritual-ritual tradisi tersebut. Sehingga menghasilkan akulturasi seperti kenduri, sekaten, nyadran dan lainnya. Pada masa awal mereka yang beragama islam masih berkonsep ritual magis percaya pada tanda-tanda alam hingga kini menjadi tradisi yang bertentangan dengan konsep Tuhan Yang Esa. Tetapi dengan adanya hasil pemikiran dan usaha dari Walisongo tersebut ajaran Islam dapat diterima dan menjadi bagian tradisi. Fenomena tradisi yang sekarang masih ada adalah pagelaran wayang dengan sesajen, sekaten, kenduri dan lain-lain. Disinilah sisi mengenalkan Islam melalui cara persuasif sehingga ajaran-ajaran Walisongo tetap bertahan sebagai bagaian kebudayaan Jawa sedangkan ajaran Islam  yang murni hanya sedikit orang yang mengetahuinya.

grebeg

Di Jawa khususnya Yogyakarta segala bentuk ajaran agama tidaklah dijadikan alasan bagaimana konsep tradisi dikesampingkan. Agama Islam, Khatolik, Kristen, Hindhu, Budha dan lainnya hidup berdampingan dengan sikap tenggang rasa. Bersatu dalam penyelenggaraan acara tradisi. Konsep leluhur menjadi dasar dalam acara yang berhubungan dari kelahiran sampai kematian, misalnya untuk selametan bayi dalam kandungan (mitoni), prosesi pernikahan, prosesi pemakaman, selametan mengenang orang yang meninggal (tahlilan), dll. Inilah salah satu realita dari Indoensia yang tidak bisa menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara. Dan segala tradisi yang sebenarnya bertentangan dengan syariah Islam karena pada praktiknya mereka tetap percaya pada hal-hal magis dan leluhur dalam beribadah kepada Tuhan. Sedangkan tuntunan ibadah Islam tidak demikian seperti yang diajarkan oleh Walisongo.

Kebenaran konsep syariah Islam dengan Islam kejawen terkadang membuat masyarakat berdebat. Andai tradisi itu tidak dikaitkan dengan amalan kepada Tuhan tentunya tidak dipandang syirik dan semacamnya. Namun, realita membuktikan bahwa masyrakat Jawa menggunakan tradisi tersebut untuk meminta berkah dari Tuhan dan lebih percaya pada khayalan (takhayul) jika ritual itu tidak dijalankan.

Tata syariah Islam sebagian umat muslim telah mengetahui. Mereka berguru kepada ulama lokal sehingga mendapatkan ajaran Islam yang sesungguhnya dari negeri kelahiran Islam. Kemudian, setelah mereka pulang ke Tanah Air menerangkan pada orang-orang pribumi untuk menjalankan ajaran Islam sesuai dengan syariatnya. Tetapi, tradisi yang telah ada yaitu percampuran ajaran  Islam dengan tradisi sakral sudah melekat dan tidak mudah untuk dipisahkan.

Dilatarbelakangi perbedaan pendapat dua pandangan yang kontradiksi masalah ajaran Islam, menjadikan Islam terbagi dalam Islam Abangan dan Islam Putihan. Islam Abangan diidentikkan dengan Islam Kejawen. Mereka beragama Islam dengan  menyesuaikan tradisi kejawen sehingga tidak sepenuhnya menjalankan ibadah sesuai syariat Islam bahkan dapat bertentangan. Pandangan hidupnya dipengaruhi oleh ajaran sebelumnya yaitu Animisme, Dinamisme, Hindu dan Budha. Sedangkan, Islam Putihan diidentikan dengan Islam Santri. Mereka disebut Islam Santri karena merupakan pernah atau sedang menjadi santri pondok pesantren, yang mana dikenal lebih taat dalam menjalankan ibadah islam sesuai dengan syariat islam. Ajaran islam yang mereka kerjakan sesuai dengan syariat islam karena para santri diajarkan tata cara ibadah berpedoman pada kitab suci dan pengalaman ulama yang pernah mendapat ilmu di Timur Tengah sehingga tidak ada campur aduk dengan tradisi Jawa. Untuk itu, islam santri atau putihan lebih ditekankan pada golongan orang yang mengerjakan ibadah sesuai tuntunan nabi, sedangkan tradisi lokal dianggap sebagai kebudayaan yang tidak dapat disatupadukan dengan ibadah.  Jika pada masa kolonialisme terlihat jelas golongan Islam Abangan dianut oleh masyarakat umum dan lingkungan keraton, sedangkan Islam Putihan dianut oleh kalangan santri. Namun, di era yang lebih modern ini Islam Putihan tidak hanya diidentikkan dengan santri tetapi mereka masyarakat umum dari kalangan manapun yang berpedoman syariat islam tanpa mencampurnya dan enggan mengaitkan dengan tradisi Jawa.

Pada masyarakat abangan keyakinan mereka telah melekat dalam ritual dan aktivitas secara turun-temurun sehingga ketika Islam menjadi agama mereka tidak dapat menghilangkan tradisi yang telah mereka jalanani. Sebagai contoh mereka dalam memenuhi rukun Islam hanya syahadat, zakat dan haji sedangkan sholat dan puasa tidak dipenuhi. Adapula yang menjalankan seluruh rangkaian rukun Islam dalam waktu tetentu saja mislanya sholat hanya ketika sholat Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Kemudian, adapula ketika menjalankan ibadah puasa atau disebut tirakat. Ajaran tirakat sebelum islam sudah ada, puasa bertujuan mendapatkan petunjuk atau berkat dari Tuhan dalam meminta harapan. Mereka juga percaya adanya kekuatan ghaib dari jin. Jika manusia dapat berbuat baik dan menghormat kepada jin, maka mereka akan dibantu dan diselamatkan oleh bangsa jin seperti hubungan timbal balik antar makhluk. Untuk itu golongan islam kejawen menyediakan sesaji kepada makhluk ghaib tersebut dan percaya dengan diadakannya slametan atau upacara tradisi adalah bentuk sedekah kepada sesama manusia yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.

Pada masa kolonial biasanya golongan abangan berada di lingkungan priyayi, abdi dalem, pegawai negeri, petani. Sedangkan di era modern ini golongan abangan biasa disebut islam KTP. Kedudukan Walisongo sebagai penyebar Islam di awa menjadi panutan keislaman mereka. Mereka mendengar cerita para wali dari mulut ke mulut yang berbeda-beda versi sehingga kebenaran dari cerita-cerita diragukan. Namun dalam garis besar terutama Sunan Kalijaga menjadi salah seorang panutan yang menggunakan sarana kesenian sebagai dakwahnya. Ia adalah sosok yang toleran dengan tradisi lokal. Pendiriannya untuk mengajarkan islam secara persuasif dengan memasukkan nilai Islam dalam tradisi Jawa agar mudah dipahami dan lama kelamaan kebiasaan pada tradisi akan mengilang dengan sendirinya. Metode menggunakan seni rupa, gamelan, seni suara dapat dikatakan efektif karena masyarakat mudah menerima dan mengamalkannya. Namun dampak dari ajaran yang sinkretis ini menjadikan pemikiran yang sudah paten, sehingga setelah masa Walisongo berakhir tampak perbedaan golongan abangan dengan golongan santri yang mereka belajar Islam murni dari Al-Kitab. Biasanya mereka yang menjadi golongan putihan tidak ikut dalam acara tradisi dan tidak menyandarkan kepercayaan pada hal-hal berbau mistis dan nenek moyang. Mereka tidak mengadakan dan ikut kenduri, nyadran dan lain sebagainya sekalipun ikut di dalamnya untuk alasan bermasyarakat.

Hubungan antara kedua golongan dapat berlangsung baik di dalam keseharian mereka bersikap toleran. Tidak ada tindakan untuk mengadu domba dan provokasi untuk mempermasalahkan perbedaan tersebut. Hanya saja dalam lingkungan rumah tangga atau bermasyarakat di suatu kampung kegiatan tradisi tersebut tetaplah ada dan berjalan untuk golongan putihan mereka menghormatinya dengan ikut datang dalam acara-acara yang digelar tetapi tetap yakin dalam hatinya bahwa tindakan tersebut untuk bersosialisasi dalam masyarakat tidak untuk keberkatan dan kepercayaan lainnya. Sedangkan, dari golongan abangan beranggapan acara tradisi adalah budaya yang sudah ada sejak dulu secara turun-temurun dan harus dilestarikan seperti yang nenek moyang lakukan jika tidak mereka percaya bencana akan datang.

Di atas tersebut adalah pemaparan dari mana Islam itu datang sampai pada era sekarang ini. Pada masa menjelang kemerdekaan banyak permasalahan yang muncul untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam itu layaknya terjadi dalam masyarakat pluralistik ini. Demikian dengan alasan Islam lebih dominan dibanding agama lainnya, tetapi jika di tinjau kembali sebagian umat Islam di Indonesia adalah penganut Islam sinkretis yang tidak dapat sejalan dengan syariat Islam. Disamping itu penganut agama lain merasa dituntut beragama Islam atau eksistensi mereka tidak dapat diakui di Indonesia jika Indonesia berlandaskan Islam.

Kita hidup di negara multireligion dan multicultural harus menerima kenyataan ini sebagai bagian dari Indonesia yang berbeda tapi tetap satu. Peristiwa penghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang berbunyi “Kewajiban dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tidak terlupakan bahwa pembacaan  teks Proklamasi Kemerdekaan didahului dengan pembacaan Pembukaan UUD 1945 yang berlandaskan Piagam Jakarta. Pada Upacara Kemerdekaan tidak dihadiri tokoh Kristen dalam acara yang sakral itu. Ada dugaan bahwa ketidakhadirannya sebagai penolakan dari isi Piagam Jakarta. Di hari yang sama setelah pembacaan teks proklamasi tiga orang anggota PPKI asal Indonesia Timur dan lainnya yaitu, Dr Sam Ratulangi, Latuharhary, dan I Gusti Ketut Pudja mendatangi asrama mereka dengan ditemani dua orang aktivis menyatakan keberatan isi dari Jakarta Charter. Mereka menganggap hal tersebut seperti tidak adil bagi kalangan non-muslim dan menusuk hati bagi orang-orang Kristiani yang mewakili orang-orang Indonesia Timur. Perdebatan tidak terelakkan dari pihak Islamis ada Ki Bagus hadikusumo yang dengan tegas mempertahankan Jakarta Charter. Kemudian dengan segala bujuk rayu Kasman Singodimejo menengahkan pikiran Ki Bagus Hadikusumo untuk menerima pertimbangan untuk menghapus tujuh kata karena keadaan darurat sehingga belum dapat dikatakan sempurna dan memuat semua pihak. Selanjutnya impian untuk menjadikan negara Islam di bawah NKRI adalah mungkin karena janji  Soekarno untuk membicarakan kembali menjadi UUD yang sempurna dalam 6 bulan kedepan di  Majelis Permusyawaratan Rakyat.

proklamasi

Alhasil dalam penetapan UUD di depan MPR tidak dapat diubah menjadi yang diharapkan sebagain umat islam. Karena dalam umat islam sendiri ada yang berfikiran liberal untuk tidak mengaitkan islam dalam dasar negara. Disamping itu dalam masyakarat Indonesia lebih banyak memilik paham Islam KTP atau islam abangan yang berpedoman pada tradisi nenek moyang. Jika negara ini menjadi negara sekular bukanlah masalah bagi mereka, justru akan mengesampingkan masalah perbedaan agama. Bagi masyarakat Jawa mengedepankan hidup damai dalam keberagaman, hal yang paling penting adalah melestarikan tradisi. Tapi jika benar suara hati sebagian besar warga untuk hidup bernegara dengan pemisahan urusan agama dan urusan negara menjadi kerugian pada sebagain umat islam dan menguntungkan pada pihak lain. Keislaman warga Indonesia mungkin akan melemah dan riskan pada pengaruh yang tidak baik untuk mental masyarakat. Demikian kekecewaan sebagian umat Islam dalam penetapan UUD yang tidak dapat dipertimbangkan lebih jauh suara hati yang telah diwakili oleh Ki Bagus Hadikusumo. Adapun yang yang menjadi keputusan hingga saat ini harusnya ditelaah untuk dijadikan koreksi bangsa dan baiknya bagi semua kalangan. Toleransi lebih diutamakan jangan sampai keputusan menjadi perpecahan antar agama, suku dan budaya di Indonesia. Kini bangsa menerima semua putusan demi terwujudnya perdamaian bangsa dan kesatuan bangsa. Dewasa ini sistem Indonesia tidak memungkinkan bersyariah Islam tetapi segala hukum yang berlaku diharapkan tidak bertentangan dengan kaidah ajaran Islam dan selaras seluruh kalangan dan rakyat Indonesia.

Mengenal Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Sekilas tentang Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta

Menurut bahasa Sonobudoyo terdiri dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu; “sono atau sana” yang berarti tempat, dan “budoyo” yang artinya budaya. Jadi, menurut istilah Museum Sonobudoyo  adalah tempat untuk menyimpan, melestarikan dan memamerkan benda-benda koleksi hasil kebudayaan. Di museum ini khususnya berasal dari kebudayaan Jawa, Bali, Lombok dan Madura.

Sejarah Singkat

Museum Sonobudoyo dahulunya adalah yayasan yang bergerak dibidang kebudayaan Jawa, Bali, Lombok dan Madura. Awalnya didirikan oleh Java Instituut pada tahun 1919 di Surakarta. Kemudian, mereka mengadakan kongres tahun 1924 dalam merancang rencana untuk mendirikan museum di Yogyakarta. Pelaksanaannya dilakukan pada tahun 1926 dengan mengumpulkan data kebudayaan dari Jawa, Bali, Madura dan Lombok. lalu, dibentuklah Panitia  Perencanaan Pendirian museum pada tahun 1931 dengan anggota; Koeperberg, Ir.Th.  Karsten, P.H.W. Sitsen. Pembangunan Museum Sonobudoyo di atas tanah bekas “Shouten” tanah pemberian Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tahun pembangunannya ditandai dengan candrasengkala “Buta Ngrasa Estining Lata” yaitu tahun 1865 tahun Jawa atau 1934 Masehi. Peresmiannya dilakukan pada tahun sesudahnya tepatnya tanggal 6 November 1935 Masehi ditandai dengan candrasengkala “Kayu Winayang Ing Bramana Budha” atau 1856 tahun Jawa.

Koleksi

Secara umum Museum Sonobudoyo memiliki 10 unsur koleksi yang terdiri dari;

  1. Koleksi Geologi
  2. Koleksi Biologi
  3. Koleksi Etnografi
  4. Koleksi Arkeologi
  5. Koleksi Historika
  6. Koleksi Numismatika
  7. Koleksi Filologika
  8. Koleksi Keramologika
  9. Koleksi Senirupa
  10. Koleksi Teknologi

Koleksi tersebut diletakkan secara dalam 13 bagian ruangan yang terdiri dari 12 indoor dan 1 outdoor.

Pada bagian depan museum ada pendopo untuk pembelian tiket masuk dan menerima tamu. Di dalamnya ada dua set gamelan yaitu Gamelan Kyai dan Nyai Riris Manis yang merupakan koleksi Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Gamelan Mega Mendung dari Kasunanan Cirebon. Disni tamu juga akan disambut dengan sajian musik gamelan (gender).

Ruangan pertama adalah ruangan pengenal. Di dalam ruangan penenalan ini kita dikenalkan berbagai benda koleksi yang akan kita lihat di ruangan selanjutnya. Di dalam rungan ini ada contoh batik, jenis batik yang ditampilkan adalah batik jlamprang dan simbar macan ucul. Kemudian, ada contoh topeng, perlengkapan pakinangan, genta, miniatur andong, wayang kulit, ukiran dekorasi, lambang keraton yogyakarta dan pakualaman.

Ruangan kedua, bernama ruang prasejarah. koleksi yang ditampilkan adalahalat-alat yang digunakan oleh manusia untuk keperluan hidup. ada alat serpih, kapak persegi, kapak lonjong, gerabah, mata panah, moko, nekara, dan arca.

Ruangan ketiga ini manusia sudah mengenal tulisan. Bagian ruangan ini di bagi menjadi dua periode yaitu periodeHindhu-Budha dan Islam. Pada masa ini manusia menulis pada batu, logam dan daun lontar. Museum ini juga menyimpan pantheon dewa-dewa Hindhu  dan Budha. Ada hasil-hasil kebudayaan yang menjadi ciri khas dari masa klasik ini. Ada cermin klasik, genta kecil, peripih, stupika, lampu dlupak, sangkha, gamelan. Pada sistem pengetahuan ada koleksi kentongan yang berbahan dasar logam, pandhe emas, timbangan emas dan zodiak beker. Koleksi koin juga ada di ruangan ini yaitu koin china, gobog dan perak. Pada bagian periode islam ada Al-quran, sajadah, miniatur masjid. Hasil perdagangan internasional seperti keramik juga menjadi bagian koleksi dari ruangan ini.

Selanjutnya ada ruangan batik pada ruangan ke empat. Disini adalah batik Jogja dan Solo. Peralatan untuk membuat batik tulis dan batik cap.  Ada koleksi motif batik yang hanya digunakan oleh kalangan bangsawan yaitu batik parng klithik dan semen alas-alasan. Kemudian, ada tiga pasang patung yang dikenakan pakaian pengantin dan pakaian keseharian yaitu, basahan, paes ageng dan lurik.

Pada ruangan ke lima yaitu wayang kulit. Koleksi wayang kulit di sini dibedakan menjadi dua yaitu wayang kulit klasik atau purwa dan wayang kulit modern yaitu gedog solo, sadat, wahyu dan kancil.

Masih mengenai wayang, di ruangan ke enam memiliki koleksi wayang golek, wayang klitik dan wayang dupara. Bahan wayang yang digunakan adalah kayu, berbeda dengan wayang kulit yang tentu bahan dasarnya adalah kulit kerbau. Wayang golek adalah wayang kayu yang berbentuk tiga dimensi, wujudnya seperti boneka. Sedangkan, wayang kklithik dan dupara tangannya berbahan dasar kulit dan badannya kayu. Jadi wayang klithik dan dupara penggabungan dua material dalam pembuatan wayang.

Selanjutnya ruangan ke tujuh adalah ruangan topeng. Koleksi topeng di ruangan ini beragam. Ada topeng bali, topeng yogyakarta, topeng cirebon, barong, barongan dan topeng sabrangan.

Di ruangan ke delapan bernama ruangan Jawa Tengah. Koleksi yang disuguhkan adalah hasil kerajinan ukiran dari Jawa Tengah. Kita ketahui ukiran terkenal berasal dari Jepara dan Kudus. Di ruangan ini juga ada miniatur rumah joglo, candi borobudur dan tandu. Selain itu, ada pula senjata tradisional seperti keris dan tombak.

Ruangan ke sembilan berisi barang-barang antik seperti kendi, ceret, pakinangan, alat makan, blencong dan lain-lain. Ruangan ini dinamakan ruangan logam yang tentunya bahan dasar pembuatan objek di sini adalah logam terutama kuningan.

Selain benda-benda koleksi dari Jawa. Pada ruangan ke sepuluh yang berada di out door adalah penampilan gerbang candi bentar yang merupakan gerbang khas dari Pulau Bali. Gerbang ini satu set dengan adanya Bale Gede dan arca-arca di depan gerbang. Turis suka mengabadikan momen di Museum Sonobudoyo dengan berfoto di spot ini.

Setelah berada di outdoor kemudian masuk ke ruangan sebelas dengan koleksinya senjata dan pusaka. Senjata di sini antara lain pedang, clurit, panah, keris, tombak, senapan dan meriam. Senjata-senjata ini adalah senjata tradisional yang memiliki makna tersendiri bagi pemiliknya.

Ruangan ke duabelas adalah mainan tradisional. Ada beberapa mainan anak-anak tradisional yang di display dan foto-foto anak-anak sedang bermain pada zaman dahulu.

Ruangan terakhir adalah ruangan Bali dan Lombok. Ruangan ini berisi hasil kreasi pahatan, ukiran dan lukisan dari Bali dan Lombok yang tentunya memiliki arti tersendiri bagi masyarakatnya. Pengenalan secara umum tentang Bali dapat dinikmati di ruangan ini, beberapa koleksi berhubungan dengan kepercayaan dan masyarakat.

Fasilitas

Biaya masuk museum ini 3000 untuk dewasa, 2500 untuk anak-anak dan 5000 untuk turis asing. Setiap pengunjung mendapatkan pelayanan pemandu dari museum yang merupakan fasilitas tanpa ada biaya tambahan. Untuk pengunjung yang menginginkan menonton pertunjukan wayang dapat menyaksikan pada malam hari setiap jam 20.00 sampai 22.00 kecuali hari Minggu dan libur nasional tidak tayang. Bagi yang membutuhkan referensi museum memiliki perpustakaan yang berisi koleksi umum dan naskah kuno. Pengunjung dapat melanjutkan penelitiannya atau tournya ke perpustakaan ini tanpa biaya tambahan. Pelayanan di perpustakaan museum hanya dapat di baca di tempat.

Demikian sekilas tentang Museum Sonobudoyo. Masih banyak info yang dapat saya bagikan mengenai museum ini. Silahkan berkunjung setiap hari Selasa sampai Minggu jam 07.30 sampai 15.30 kecuali hari Jumat jam 07.30 sampai 14.30.

Letak

Museum Sonobudoyo unit 1 berada di Jalan Pangurakan nomor 06 Yogyakarta. tepatnya disebelah utara alun-alun utara menghadap selatan. Sedangkan dari arah Jalan Malioboro ke selatan tepat dipertigaan depan alun-alun utara belok ke kanan sekitar 100 meter gedungnya berada di kanan jalan. Sedangkan dari arah pasar ngasem yaitu ke utara, bertemu perempatan belok ke kanan mentok pertigaan ke arah kiri lurus mengikuti jalan berkelok dan bertemu lokasinya di kiri jalan.

Demikian sedikit informasi yang dapat saya bagikan. Ingin tau lebih banyak bisa berkunjung ke museum dengan di temani guide/pemandu.

sono

Salam Sahabat Museum

 

 

 

 

Sinema Fiksi Islam

Sejarah Sinema/Perfilman Fiksi Islam Indonesia

Makalah Matakuliah Sejarah Kesenian Islam Indonesia

Dosen Pengampu: Himayatul Ittihadiyah, M.Hum

Penyusun:

Fitra Nur Fadhilah (12120010)

Yogyakarta

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Film menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah selaput tipis yg dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif yg akan dimainkan dl bioskop. Film diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup. Perfilman di Indonesia tidak luput dari perjuangan putra bangsa dalam kreatifitasnya serta tujuan yang ingin disampaikan dari sebuah film. Dari masa ke masa perfilman Indonesia mengalami pasng surut. Namun di era sekarang ini film Islamis banyak bermunculan terutama dalam bentuk film fiksi yang digemari oleh kalangan remaja dan orang dewasa.  Adapun perfileman Islam selain sebagai sarana hiburan adalah sebagai penyemangat untuk menyampaikan nilai-nilai Islam. Dari sini film Islam sangat menarik dibahas untuk mengetahuinya mari kita simak di dalam pembahasan.

Rumusan masalah

  1. Bagaimana awal mula Perfilman Fiksi Islam di Indonesia?
  2. Bagaimana perkembangan dan contoh – contoh Perfilman Fiksi Islam di Indonesia?
  3. Apa saja kritikan terhadap Film Fiksi Islam?

Tujuan

  1. Menjelaskan awalnya Perfileman Fiksi Islam di Indonesia.
  2. Menjelasskan perkembangan dan contoh-contoh Film Fiksi Islam di Indonesia
  3. Menggambarkan kritikan terhadap Film Fiksi Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Awal Mula dan Perkembangan Perfilman Fiksi Islam di Indonesia.

Membicarakan perfilman Indonesia tidak lepas dari sejarahnya. Perjalanan yang dilalui perfilman Indonesia mengalami pasang surut dari kondisi sosial politik lingkungannya. Pada pertengahan tahun 1990-an Indonesia mengalami kelesuan produksi nasional. Kemunculan perfilman pertama kalinya disebut dengan gambar idoep ditayangkan di Batavia pada tanggal 5 Desember 1900. Kemudian pada tahun 1926 bioskop pribumi diramaikan oleh kemunculan film lokal berjudul loetoeng kasaroeng. Film ini adalah film legenda rakyat jawa barat. Film yang muncul pada tahun-tahun tersebut berupa film bisu, kemudian kemunculan film bersuara pada akhir tahun 1929 yang merupakan film import yaitu Fox Follie dan Rainbouw Man.

Pada masa pendudukan Jepang & masa Revolusi, Jepang menutup semua perusahaan film yang ada termasuk milik orang Cina. Ketika masa Revolusi ada pemuda yang bernama Usmar Ismail ikut ke medan laga. Tapi ia ditawan Belanda dan sempat dipekerjakan pihak Belanda. Dari inilah nantinya mempelopori lahirnya film nasional.

Mengenai film religi pertama di Indonesia adalah karya Khaerul Umam yang berjudul Al-Kautsar. Film ini diproduksi pada tahun 1977 memenangkan penghargaan khusus pada Festival Film Asia di Muangthai. Kemudian diera 90-an ketika dunia perfilman Tanah Air sedang lesu dari film-film nasional berkualitas, Khaerul Umam mulai menyutradarai sinetron bertema religi seperti Jalan Lain Ke Sana, Jalan Takwa, Astagfirullah, dan Maha Kasih. Ada pula Asrul Sani, sebagai sutradara (Titian Serambut Dibelah Tudjuh/1959, Tauhid/1964, Para Perintis Kemerdekaan/1977) dan penulis skenario (Al-Kautsar/1977, Nada dan Dakwah/1991). Kemudian di masa Reformasi, agaknya Hanung Bramantyo yang sering mengangkat topik ini, di antaranya lewat Ayat-Ayat Cinta (2006). Tak ketinggalan Khearul Umam pada tahun 2008, dipercaya menggarap film yang juga diadaptasi dari karya novelis yang sama dari novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih (KCB).

Film dengan tema Islam sebenarnya tidak banyak jika dibandingkan dengan keseluruhan film yang pernah diproduksi di Indonesia. Maka dari itu, di tengah jumlah yang tidak banyak ini. Sebenarnya hal ini cukup mengherankan mengingat tema pembaharuan bukanlah suatu tema yang dengan mudah dikaitkan pada budaya populer. Budaya populer, kerap dianggap tercemar oleh komodifikasi, dianggap barang dagangan yang sebenarnya hanya memanfaatkan agama belaka untuk kepentingan berdagang. Tapi beberapa film Indonesia yang membawa tema pembaharuan Islam tergolong menarik perhatian banyak orang.

  1. Perkembangan dan contoh – contoh perfilman islam fiksi di Indonesia

Film adalah karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pendidikan budaya. Meski  pada awalnya film diperlakukan sebagai komoditi yang diperjual-belikan sebagai media hiburan, namun pada perkembangannya film juga kerap digunakan sebagai media propaganda, alat pendidikan dan penyampai pesan. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukkan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan. Dengan kehadiran film Islamis yang sukses menarik penonton menjadikan perfilman Indonesia banyak beredar dalam menyemarakkan tontonan di bioskop. Dari tahun 1900-an film yang bergenre Islam yaitu Al-Kautsar (1977), Film ini bercerita tentang seorang ustadz dari sebuah Pesantren yang berusaha berjuang sendirian di tengah kehidupan masyarakat dengan permasalahan yang cukup kompleks. Saiful Bachri, dikirim oleh pesantrennya ke sebuah kampung pelosok, untuk membuka kembali pesantren kampung itu yang telah lama terbengkalai. Kehadirannya mengguncang status quo, karena ajaran-ajaran kebajikannya bertentangan dengan para jagoan kampung yang dipimpin oleh Harun.  Saiful menghadapi banyak penentangan terutama fitnah. Ia sempat dihujat masyarakat kampung karena fitnah Harun bahwa Saiful mendekati seorang janda cantik.

Titian Serambut Dibelah Tujuh (1983) menceritakan seorang guru agama, yang datang ke sebuah kampung yang selalu tersaput kabut dan dikuasai oleh Harun. Kabut jadi metafor kegelapan dan keburukan akhlak sang juragan Harun dan anak buahnya. Dalam menegakkan nilai-nilai kebajikan Islam, Ibrahim diancam dan dihalang-halangi oleh anak buah Harun. Film pada masa itu mengutamakan pada kepentingan sosial, berbeda dengan genre film yang ada pada masa kini. Kecenderungan pada heroisme pribadi, dalam naungan konstruksi Islam yang menekankan pada ajaran keselamatan dan sukses (perjuangan mendapat gelar S3, istri cantik dan pintar, bisnis yang sukses), tampak dalam film Ketika Cinta Bertasbih (2008). Dengan berhasilnya tontonan yang disuguhkan dengan nuansa islamis Ketika Cinta Bertasbih 2 lanjutan film Ketika Cinta Bertasbih 1 ini juga masih diminati masyarakat, rilis pada tanggal 17 September 2009. Hanung Bramantyo menggebrak dengan film religi fenomenalnya yang diangkat dari novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy Ayat-Ayat Cinta (2006) karya yang sama dari penulis Ketika Cinta Bertasbih, Cinta Suci Zahrana Film yang ceritanya diadaptasi dari sebuah novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini cukup menyedot rasa penasaran masyarakat Indonesia. Film ini beredar pada tanggal 15 Agustus 2012, diproduksi oleh sinemArt Pictures.

  1. Kritik terhadap perfilman fiksi Indonesia

Film punya interaksi dan posisi yang cukup unik dengan isu-isu  sosial, politik, dan budaya. Ia mempunyai banyak fungsi dan tujuan, mulai dari alat berekspresi, penyalur gagasan, dan berkreasi film sebagai seni, menjual tema-tema tertentu film sebagai bisnis, hingga  sebagai wahana  komunikasi film sebagai alat propaganda, dan tentu saja irisan ketiganya. Tak terkecuali saat bersentuhan dengan topik kehidupan beragama dan pemeluknya. Film berkaitan dengan dunia bisnis dengan kata lain jika film Islam hanya digarap dengan tujuan sebagai bisnis, maka mudah film Islam tersebut tercemari dari adegan dan aktor yang berperan. Dan ketika khalayak memandang film Islami sebagai harga jual tinggi dalam dunia perfilman. Dari segi lain yaitu dari segi agama film fiksi itu sendiri adalah:

Pertama: Di dalamnya melalaikan orang yang hadir, sebab mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka senang (tertawa). Sandiwara itu biasanya dimaksudkan untuk hiburan, sehingga melalaikan orang yang menyaksikan, ini dari satu sisi.

Kedua: Individu-individu yang ditiru, kadang-kadang berasal dari tokoh Islam, seperti sahabat. Hal ini dianggap sebagai sikap meremehkan mereka, baik si pemain merasa atau tidak. Contoh: anak kecil atau seseorang yang sangat tidak pantas, menirukan ulama atau sahabat. Ini tidak boleh. Kalau ada seseorang datang menirukan kamu, berjalan seperti jalanmu, apakah engkau ridha dengan hal ini? Bukankah sikap ini digolongkan sebagai sikap merendahkan terhadap kamu? Walaupun orang yang meniru tersebut bermaksud baik menurut sangkaannya. Tetapi setiap individu tidak akan rela terhadap seseorang yang merendahkan dirinya.

Ketiga: Yang ini sangat berbahaya, sebagian mereka menirukan pribadi kafir seperti sifat Abu Jahal atau Fir’aun dan selain mereka. Dia berbicara dengan pembicaraan yang kufur yang menurut dugaannya dia hendak membantah kekufurannya, atau ingin menjelaskan bagaimana keadaan jahiliyah. Ini adalah tasyabbuh (meniru). Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam   melarang tasyabbuh dengan orang-orang musyrik, dan kufur baik dengan meniru (menyerupai) kepribadian maupun perkataannya. Dakwah dengan cara ini dilarang karena tidak ada petunjuk Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam  serta bukan dari salafush shalih maupun petunjuk kaum muslimin. Model-model sandiwara ini tidak dikenal kecuali dari luar Islam. Masuk kepada kita dengan nama dakwah Islam, dan dianggap sebagai sarana-sarana dakwah. Ini tidak benar karena sarana dakwah adalah tauqifiyah (ittiba’). Cukup dengan yang dibawa Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam  dan tidak butuh jalan seperti ini. Bahwasanya dakwah akan tetap menang dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Tanpa adanya model-model sandiwara ini. Tatkala cara ini (sandiwara) datang tidaklah menampakkan kebaikan kepada manusia sedikit pun, dan tidak bisa mempengaruhinya. Hal itu menunjukkan bahwa cara ini (sandiwara) adalah perkara negatif dan tidak ada faidahnya sedikit pun. Bahkan di dalamnya terdapat hal-hal yang membahayakan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perfilaman islam di Indonesia sekarang sangat digandrungi pada kaum muda dan tua. Nilai-nilai yang disuguhkan mengandung ajaran islam yang dapat membuat penonton terkesan dengan agamanya sendiri. Dengan film ada tujuan dan pesan ketika seorang muslim berjuang demi kepentingan umat dan agamanya. Dibalik nilai dan norma yang mengagumkan itu, tidak luput kritik dari sejumlah orang, golongan, dan ulama. Dari luar islam maupun dari sesama muslim sendiri ada yang mengalami kontra dengan kehadiran film islam yang baginya dipandang kurang baik. Terutama film islam fiksi yang mana mempertontonkan seorang muslim yang keimanannya baik dan ada yang keimananya kurang, yang beriman maupun kufur. Dari situ film sebagai daya tarik penonton dan yang membahayakan ketika adegan hal-hal yang bersifat bertentangan islam ditiru. Maka sebagai penoton baiknya memfilter adegan yang baik dan yang buruk.

Daftar pustaka

Trianto,Teguh.2013.Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta:Graha Ilmu

Sen, Khrishna.2009.Kuasa Dalam Sinema.Yogyakarta:Ombak

http://www.islampos.com/inilah-7-film-religi-karya-chaerul-umam-81205/

http://salihara.org/community/2011/08/10/muslim-sosial-dan-pembaharuan-islam-dalam-beberapa-film-indonesia

Perpustakaan Grahatama Pustaka Jogja

IMG_14032016_105839

Kali ini, penulis share salah satu perpustakaan yang tentunya masih di JOGJA

Grahatama/Grahatama (entahlah mana yang bener) adalah perpustakaan dengan fasilitas referensi umum, referensi langka, terbitan berkala, dan ada bioskop 6 D..hebatkan hhheee….

perpus yang satu ini memiliki gedung dan halaman yang cukup luas loh..

terdiri dari tiga lantai, lantai pertama adalah area parkir dan bioskop 6 D, lantai dua ada resepsionis, referensi umum, dan lantai ketiga ini ada terbitan berkala dan referensi langka.

kesan pertama kali memasuki gedung ini cukup sejuk, nyaman, luas dan santai. hanya saja ketika udah masuk ke ruang bacanya sempit dengan koleksi buku-buku. enaknya disini udah pake lift, meskipun atar lantai jaraknya gak jauh tapi oke lah ya buat perpustakaan yang dibilang terluas se-Asia Tenggara ini..hhee

koleksi yang ada disini boleh dikatakan belum lengkap (menurut gue) dan juga rak-rak buku yang tidak rapih, jadi ketika cari buku gak sesuai dengan rak yang seharusnya. ini sangat menyebalkan apalagi buat mahasiswa yang sedang dikejar-kejar tugas/skripsi. gak mau kan ya, kalau di OPAC nya ada tapi pas di cari di rak gak ada #PHP

buat perpus yang fenomenal ini layanan dari karyawannya masih minus klo boleh gue bilang, kurang ramah, kurang teliti dan kurang pengalaman. rasa tanggung jawabnya masih rendah (kenapa ini??perbulannya kuang kali ya) hhee…(atau cuma buat cari uang tanpa peduli tanggung jawabnya) #entahlah

fasilitas wifinya cukup lumayan gesit, apalagi kalau lagi sepi pasti dah gesit.. cuman pas log in perlu sabar..

temen-temen yang mau pinjam buku juga bisa kok.. dengan syarat keanggotaan yang simple gak ribet, cukup foto copy ktm dan ngantri buat kartu anggota deh..

saya sebagai pengunjung sih berpendapat dari fasilitas dan layanan rantingnya 6 dari 10. sebagai pelajar yang suka berkeliling cari refensi perpus satu dengan lainnya nilai segitu bad agak good dikit gitu..

harapannya perpus yang dibanggakan kota yogyakarta bisa memiliki fasilitas dan memberi layanan yang maksimal..

dah dulu ya guys semoga pengalaman-pengalaman ku dapat menjadi referensi buat temen-temen semua, jika ada yang kurang sesuai dengan pendapat penulis (namanya juga pendapat) hhee..

bye

IMG_14032016_102158

KOLEKSI KORAN TAHUN 1940-an

hai guys..

buat temen-temen yang suka membaca, mahasiswa, guru, dosen, atau siapapun..

ini solusi yang sedang nyari informasi dari surat kabar di tahun 1940-an.

kalau anda sedang berlibur ke jogja atau penduduk jogja jangan lupa mampir atau menyibukkan diri di Jogja Library Center.

tempatnya berada di jalan malioboro depan hotel Inna Garuda, perpus ini berada ditengah-tengah ruko penjualan baju-baju yang biasa ada di pinggiran jalan malioboro.

uniknya perpus ini hanya menyediakan bahan bacaan dari koran edisi lama (buat yang butuh) dimulai dari tahun 1945- seterusny. kalau tahun yang lama itu tersedia dalam bentuk digital.

IMG_07032016_092630.jpg

dan ada koleksi dari Jepang (kyoto corner) berkat pemberian pemerintah Jepang sebagai pengembangan informasi karena dulu Jogja salah satu kota yang dijadikan tempat beraktifitasnya militer Jepang lho..

biasanya yang datang kemari adalah mahasiswa yang menempuh skripsi, tesisi ataupun gelar doktor.

layanannya baik, tempatnya tidak ramai (tenang), tapi ya gitu deh suasana gedung tua.

bukanya layanan ini pada hari Senin sampai dengan Kamis pukul08.00-14.00 wib, hari Jum’at pukul 08.00-11.00 wib dan hari Sabtu pukul 08.00-11.00wib. Sistem layanan yang digunakan hanyalah  membaca ditempat.

j-l-c.jpg

REVIEW BUKU PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN 1888

 

IDENTITAS BUKU

 

Judul Buku      : Pemberontakan Petani Bante

Buku Asli        : The Peasant’s Revolt of Banten in 1888

Pengarang       : Prof. DR. Sartono Kartodirdjo

Penerjemah     : Hasan Basari

Penerbit           : Pustaka Jaya

Kota Terbit      : Jakarta

Tahun dicetak : 1984

Cetakan           : Pertama

Jumlah Halaman : 508

download (2)

 

Buku yang berjudul pemberontakan petani banten 1888 merupakan buku yang mendiskripsikan pemberontakan petani yang pada awalnya menolak unsur modernitas Barat tetapi pada prakteknya pemberontakan petani tersebut dijadikan alat bagi bangsawan dan elit agama untuk mempertahankan sistem kesultanan.

Dalam buku ini terdapat VII bab yaitu:

Bab I : Pendahuluan

Bab II : latar belakang kondisi sosio-ekonomi wilayah Banten dan Kasultanan yang berdiri sejak tahun 1520 yang mana masyarakatnya berkerja sebagai petani terlihat dari letak wilayah yang agraris. Adapun peran sultan adalah sebagai pelindung segala stabilitas ekonomi masyarakat. Namun, Daendels menghapuskan sistem Kasultanan Banten dan segala aspek Barat tiba-tiba di terapkan yaitu sistem upah, pajak dan lain-lain.

Bab III : pada bab ini dijelaskan terjadinya pemberontakan menyebabkan kemerosotan sosio-ekonomi kalangan bangsawan dan pemuka agama mendapat peranan penting dalam langkah pemberontakan.

Bab IV : dijelaskan mengenai pergolakan keruntuhan Kasultanan Banten, sehingga maraknya tindakan kriminal yang justru anaskis pada pihak Kolonial.

Bab V : banyaknya orang yang  naik Haji memunculkan kebangkitan kembali agama melalui gerakan-gerakan yang berupaya menggulirkan pemerintahan Kolonial. Kiyai dianggap wibawa dan memiliki kehormatan dan kedudukan penting dalam masyarakat.

Bab VI : bab ini merupakan tahapan untuk mempersiapkan melawan Kolonial dengan mendirikan pesantren, dakwah perang jihad, kegiatan keagamaan, dll. Adapun pemimpin-pemimpin gerakan revolusioner antara lain ; Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Wasid, serta masih banyak lagi yang lainnya.

Bab VII : bab ini telah dijelaskan secara lengkap dari dimulainya pemberontakan hingga tertangkapnya para pemimpin-pemimpin pemberontakan.

 

 

REVIEW BUKU JARINGAN ULAMA TIMUR TENGAH DAN KEPULAUAN NUSANTARA ABAD XVII DAN XVIII

BUKU : JARINGAN ULAMA TIMUR TENGAH DAN KEPULAUAN NUSANTARA ABAD XVII DAN XVIII

KARYA: AZYUMARDI AZRA

PENERBIT : MIZAN

TAHUN TERBIT : 1994 CETAKAN PERTAMA

KOTA TERBIT : BANDUNG

download (1)

 

Buku ini berisi lima bab pembahasan. Yang pertama berisi kedatangan islam dan hubungan nusantara denga timur tengah, bab kedua membahas jaringan ulama di haramayn abad ketujuh belas. Ketiga berisi pembaharuan dalam jaringan ulama dan penyebarannya ke dunia islam yang lebih luas. Keempat mengenai para perintis gerakan pembaharuan islam di nusantara: ulama melayu indonesia dalam jaringan abad ketujug belas. Bab terakhir membahas jaringan ulama dan pembaharuan islam di wilayah melayu indonesia abad kedelapan belas.

Kajian ini adalah tentang transmisi dan penyebaran gagasan pembaharuan islam, khususnya pada menjelang ekspansi Eropa dalam abad ke – 17 dan ke – 18. Sejarah sosial- intelektual Islam pada periode ini sangat sedikit dikaji, kebanyakan perhatian diberikan kepada sejarah politik Muslim.  Karena terjadi kemerosotan entitas – entitas politik Muslim, periode ini sering dipandang sebagai masa gelap dalam sejarah Muslim. Proses – proses transmisi gagasan pembaharuan dengan hubungannya dengan perjalanan Islam  di Nusantara. Islam di Nusantara dianggap bukan Islam yang sebenarnya karena bercampur dengan budaya lokal, pada intinya Islam di Nusantara berbeda dengan Islam di Timur Tengah.

Hubungan antara kaum Muslim di kawasan Melayu – Indonesia dan Timur Tengah telah terjalin sejark masa  – masa awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Anak Benua India yang mendatangi Kepulauan Nusantara. Kajian ini berupaya menjawab beberapa masalah pokok; bagaimana jaringan keilmuan terbentuk diantara ulama timur Tengah dengan murid – murid Melayu – Indonesia? Bagaimana sifat dan karakteristik jaringan itu? Apakah ajaran atau tendensi intelektual jaringan ulama itu ke Nusantara? Bagaimana modus transmisi itu? Apa dampak lebih jauh dari jaringan ulama erhadap perjalanan Islam di nusantara?

Buku ini merupakan studi komprehensif, kajian ini merupakan studi pertama yang menggunakan sumber – sumber Arab ecara ekstensif.

Review Buku Kawan Dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda Dan Islam Di Indonesia (1596-1942)

Buku: Kawan Dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda Dan Islam Di Indonesia (1596-1942)

Karya asli: Dutch Colonialism and Islam in Indonesia: Conflict and Contact (1596-1950)

Penulis: Karel Steenbrink

Penerjemah: Drs. Suryan A Jamrah M.A

Penerbit: Mizan

Kota terbit: Bandung

Tahun terbit: 1995

Jumlah halaman: 254

download.jpg

 

KAWAN DALAM PERTIKAIAN: KAUM KOLONIAL BELANDA DAN ISLAM DI INDONESIA (1596-1942)

 

Tentang Penulis

Dr. Karel steenbrink lahir di Breda, Belanda tahun 1942. Belajar di Universitas Katholik Nijmegen, dengan menulis disertasi mengenai Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan islam di Indonesia dalam Kurun Modern, penerbit LP3ES, 1986. Antara tahun 1981-1988 mengajar di Iain Jakarta dan Yogyakarta dalam rangka kerja sama Indonesia dengan Belanda. Pada tahun 1992-1993 diundang sebagai visiting professor di mcGill University, Canada. Kini (sekitar tahun 1995) bekerja di IIMO Interuniversitair Instituut voor missiologie en oecumenica, lembaga penelitian di universitas Utrecht belanda, untuk mengembangkan profil pemikiran kristen yang menyangkut hubungan yang harmonis dengan agama lain khususnya umat islam. Karel Steenbrink memulai studi tentang islam indonesia sebagai siswa dan peneliti di pesantren gontor, setelah selesai studinya (sekitar tahun 1970) ia menulis disertasi mengenai sekolah tersebut. Tujuannya ia ingin membentuk suatu konsepsi pascakolonial mengenai sejarah islam indonesia dan hubungannya dengan belanda.

Pengantar

Karya Steenbrink merupakan kajian yang cukup komprehensif mengenai mispresepsi, prasangka, dan antipati Belanda terhadap islam. Aspek yang digunakannya adalah aspek hubungan antaragama dengan mengkajian presepsi mereka tentang Islam dan kaum Muslim. Kekurangannya tidak mengulas banyak tentang sejauh mana “perkawanan” diantara kedua kelompok keagamaan ini terjadi sepanjang sejarah karena penting untuk meningkatkan hubungan antar agama khususnya Kristen-Islam.

Pembahasan

Karya ini terbagai dalam delapan bab, yakni:

Bab I: Titik Tolak Dan Eksplorasi

Berisi mengenai pengalaman dua tokoh yang paling bersemangat dalam sejarah kolonial belanda. Pertama adalah Frederick De Houtman (1571-1627), yaitu petualang, pedagang, dan peserta pelayaran pertama orang Belanda ke Hindia Belanda (1595-1597). Tokoh lain adalah Dr. Jan Van Baal lahir 1909, memulai kariernya sebgai pegawai hindia belanda pada 1934. Ia mengakhiri kareiernya pada 1958 sebagai gubernur Papua Nugini

Bab II: Pertemuan Pertama:Muslimin Sebagai Orang Sesat Yang Dihormati

Menceritakan beberapa karya dari orang-orang yang menulis laporan mengenai Islam.Karya Itinerario oleh Jan Huygen van Linschoten, dalam karyanya tidak menyinggung mengenai Muslim di Hindia Belanda, namun Muslim di negri lainnya seperti Persia dan India. Tome Pires dalam karya Suma Oriental, dalam bukunya memberi laporan lengkap tentang hubungan politik Hindia Belanda dengan negara-negara sekitarnya, mengenai Islam ia hanya melaporkan doktrin dan praktik keagamaan Muslim yang menyimpang seperti Islam di Jawa. Ada juga karya perjalanan Nicoulas De Graff dalam bentuk karya yang berjudul Kitab Seribu Masail, mengenai masalah-masalah pokok Islam. Seperti, prosesi upacara pemakaman raja di Aceh.

Bab III: Teologi Di Latar Belakang: Muslimin Sebagai Orang Sesat Yang Tidak Disenangi

Membicarakan tiga tokoh sarjana yang mewakili pandangan teologis abad ketujuhbelas yaitu: Hugo de Groot, Antoniius Walaeus, Gisbertus Voetius. Tiga tokoh ini dianggap sebagai wakil pembela Kristen melawan Islam dan umatnya pada periode 1600-1800.

Bab IV: “Permusuhan Alamiah” Para Direktur VOC Dengan Umat Islam

Menjelaskan tulisan Jan Pieterszoon Coen tentang dua momerandum yang membicarakan rencana untuk menajajah Hindia Belanda. Memorandum pertama, ia memusatkan perhatian terutama pada penduduk Maluku dan kesultanan merreka yang sangat kuat, Ternate, sebab Maluku merupakan pusat perdagangan. Ia dipekerjakan disana dengan orang-orang Muslim untuk melakukan perdagangan. Coen memprotes pemberian kembali gaji pada seseorang yang dulu pernah membelot yaitu menjadi orang Muslim. Ketakutannya menimbulkan berbagai musuh dengan membakar desa yang sebagian besar Muslim. Momerandum ke dua Coen melukiskan suatu daerah yang makmur karena perdagangan di Asia bersama Eropa meupakan penghasilan utama.

Bab V: Tutor Bagi “Para Penganut Agama Terbelakang

Eksplansi kolonial mencapai puncak setelah tahun 1850 terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan sikap politik dibarengi oleh perubahan sikap dalam masalah agama. Orang islam tidak lagi dipandang sebagai orang sesat atau musuh bebuyutan tapi sebagai penduduk terbelakang yang perlu dididik dari sebuah koloni yang tengah berubah menjadi negara berkembang.

Bab VI: Abad Misi (1850-1940): Antara Antisipasi Dan Akomodasi

Protet sepuluh missionaris mereka dengan Muslim Hindia Belanda. Bagi mereka Islam adalah musuh yang menakutkan yang tidak harus diserang secara langsung, tetapi kekuatannya harus dikurangi melalui berbagai cara yang ada dari mempromosikan kebiasaan rakyat kuno, adat dan agama rakyat, dialek daerah sampai modernisasi perawatan kesehatan dan pendidikan. Tujuan bersama mengurangi pengaruh Islam terutama sarana ekonomi, politik dan pendidikan.

Bab VII: Reaksi Indonesia Atas Kedatangan Orang Kristen

Menceritakan karya yang berisi kedatangan Islam, mengenai Kristen, Yahudi, Hindhu, agama Jawa. Munculnya gerakan anti Belanda, penolakan atas Kristen dan Barat oleh kelompok Muslim.

Bab VII: Pelajaran Dari Masa Silam

Situasi Kristen dan Islam di Indonesia tahun 1950-1990, dengan berakhirnya kolonialisme tidak berarti berakhirnya Kristen, sebaliknya kristen tersebar jauh lebih pesat. Islam dan Kristen hidup berdampingan dengan damai. Sama halnya dengan Islam, berkembang di Amerika, Eropa dan Belanda.

Kesimpulan

Karya ini mengulas banyak mengenai Islam dan hubungannya dengan Kristen. Kolonialisasi memberikan pengaruh Kristen yang hingga sekarang masih eksis di Indonesia. Buku ini berisi kumpulan laporan orang Barat mengenai pengalamannya langsung, yang membicarakan Muslim dan masyarakat pribumi Nusantara. Dalam kumpulan karya di dalamnya mengandung unsur yang menjelek-jelekkan Islam sebagai agama yang aneh dan menyesatkan. Namun Karel Steenbrink tidak menerima dengan mentah, adakalanya ia mengkritisi bahwa karya itu telah dibumbui karena kebenciannya terhadap Islam.

BUKU PEMBANDING

Buku: Politik Islam Hindia Belanda

Penulis: Aqib Suminto

Penerbit: LP3ES

Tahun terbit: 1996

Jumlah halaman: 260

 

Politik Islam Hindia Belanda

 

Bab I: pendahuluan

Latar belakang masalah

Penelitian terhadap kebijakan politik belanda tentang islam.  Islam dipelajari secara ilmiah hingga melahirkan kebijakan yang disebut Islam Politiek, dimana Snouck Horgroje dipandang sebagai peletak dasarnya.

Batasan dan rumusan masalah

Politik islam pemerintahan Hindia Belanda yang dimaksudkan adalah kebijaksanaan pemerintah hindia belanda dalam mengelola masalah-masalah islam di Indonesia. Sedangkan, Het Kantoor Voor Inlansche Zaken adalah suatu kantor yang dikepalai oleh penasehat gubernur jendral urusan pribumi.

Buku ini lebih mengutamakan masalah politik islam pemerintah Hindia Belanda yang digariskan oleh Snouck Hurgronje dan meneliti sejauh mana Kantoor Voor Inlansche Zaken bisa berperan.

Pendekatan masalah

Penggalian data kepustakaan dan wawancara melalui empat jalur, yaitu orang-orang yang terlibat langsung, orang-orang di luar kantor, para sarjana luar bukan Belanda yang memperhatikan kebijakan Islam di Hindia Belanda, dan orang-oarang Indonesia.

Bab II: menggunakan kerangka sebagaimana pola politik Islam Snouck Hurgronje dari aspek agama yaitu permasalahan Islam dan Kristen, sosial budaya dengan asimilasi sehingga dapat menghilangkan pengaruh Pan-Islam, pendidikan dengan adanya ordonasi guru dan sekolah liar.

Bab III: membahas tentang Kantoor Voor Inlansche Zaken yang meliputi status dan tokoh-tokoh kantor tersebut serta peranan yang dimainkannya dilakukan dengan menampilkan lima studi kasus yaitu: pengelolaan kas masjid, pembangunan masjid baru, pemburuan guru agama, persaingan Islam dan Kristen di Tanah Batak.

Bab IV: penutup berisi evaluasi dan kritik terhadap kantor Kantoor Voor Inlansche Zaken yaang dijelaskan oleh bousquet yang dinilai terlalu menganakemaskan golongan reformasi Islam kurang anti-Belanda dan sebaliknya menganaktirikan golongan nasioanalis. Dalam pandangannya Belanda menggalakan sekolah Muhammadiyah tapi menghambat sekolah taman siswa. Selain itu Gobee mengatakan bahwa Bousquet keliru dalam mendeskripsikan gerakan reformis. Ada yang mengusulkan Kantoor Voor Inlansche Zaken dihapuskan namun ada yang ingin mempertahankan. Nyatanya Kantoor Voor Inlansche Zaken dapat mempertahankan eksistensinya sampai tahun 1942.

 

Perbandingan buku I dan II

Persamaan

  • Membahas islam pada masa kolonial

Perbedaan

  • Perspektif dalam menggambarkan kondidi islam di Nusantara, kalau buku I dari sudut pandang orang Belanda, sedangkan buku II dari sudut pandang orang Indonesia.
  • Buku I membahas hubungan keagamaan, sedangkan buku II membahas kebijakan pemerintah Belanda terhadap muslim Nusantara.
  • Buku I menggunakan sumber literatur sedangkan buku II menggunakan sumber literatur dan wawancara.

Islam Dan Negara Reformasi

Tugas Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Islam Di Indoensia Masa Kontemporer

Dosen Pengampu: Drs. Muhammad Wildan, M.Si

Disusun Oleh: Fitra Nur Fadhilah

Yogyakarta

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hubungan agama dan negara merupakan persoalan yang memicu konflik. Itu terjadi sudah pada zaman klasik dan pertengahan. Islam sebgai agama yang eksklusif, memiliki landasan pokok ajaran dalam bernegara yang secara nyata menjadi tujuan seluruh umat Islam sebagai dasar negara. Namun, hal tersebut tidak mudah untuk menyatukan suara dalam masyarakat multikultural. Hal ini tidak hanya terjadi pada negara-negara Islam saja, namun Indonesia termasuk negara mayoritas Islam yang memiliki cita-cita syariah Islam yang dijunjung tinggi dalam landasan negara.

Dibentuknya sebuah negara tidak semata-mata dipandang untuk memenuhi kebutuhan lahiriyah manusia belaka, melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan ruhaniyah dan ukhrawiyah.[1] Untuk kepentingan ini agama dijadikan fondasi dari kehidupan kenegaraan, baik yang menyangkut perilaku rakyat, maupun penguasa. Dari pemikiran itulah muncul politik Islam yaitu Islam adalah Agama dan Negara. Dengan demikian tidak ada pemisah antara negara dengan agama.

Islam yang merupakan agama yang mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar tidak dipandang sama oleh sebagian kalangan non Islam. Isu adanya perda syariah menuai pro dan kontra yang memicu adanya konflik intern. Syariah Islam diterapkan untuk agama non Islam yang nota benenya bertentangan dengan budayanya maka meresahkan bagi kalangan non Islam. Dengan demikian pengukuhan adanya peraturan hukum Islam tersebut tidak dapat diterapkan pada negara Indonesia yang berbasis demokrasi. Sehingga isu perda syariah menjadi hal yang dihalang-halangi untuk diterapkan pada daerah-daerah.

Rumusan Masalah

Bagiamanakah pemikiran Islam sebagai Identitas?
Apa saja tuntutan syariah Islam?
Bagaimana masa depan syariah Islam?

BAB II

PEMBAHASAN

Islam Sebagai Identitas
Peradaban Islam yang dimulai sejak wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW membawanya sampai pada Negeri Timur Jauh. Salah satunya Indonesia yang mendapatkan pengaruh ajaran Islam. Islam sebagai agama mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat manusia untuk hidup di dunia ini dan hidupnya nanti di akhirat. Sejarah Islam tidak dapat terlepas dari perkembangan yang meluas secara signifikan ke wilayah-wilayah yang jauh dari tempat datangnya wahyu. Masuknya Islam di Indonesia memberikan pengaruh terhadap ciri khas Islam yang telah terpadu dengan budaya setempat. Proses yang berawal dari pengenalan Islam secara puritan hingga terakulturasi sehingga menjadikan Islam di Indonesia tidak sama dengan Islam yang berasal dari Arab.

Indonesia sebagai negara yang mayoritas warga negaranya beragama Islam memiliki pemikiran teoritis dari sayap Islamis dan Sekularis. Keduanya memiliki pemikiran kuat dalam arti bahwa Islamis yang dimaksud adalah tidak memisahkan antara agama dan negara, sedangkan sekuler artinya memisahkan agama dan negara. Dengan demikian Indonesia mayoritas Muslim tetapi konsep politik Islam tidak berlaku disini. Ini terjadi ketika order lama dan orde baru, yang mana pemerintah meminggirkan Islam dari perpolitikan.[2] Sehingga pada masa reformasi maraknya aktivis Islam yang menyerukan syariah Islam untuk negara Indonesia.

Islam di Indonesia yang belum matang secara nyata sesuai dengan apa adanya Islam yang murni menjadikan Islam hanya dianggap sebagai agama bukan keyakinan. Banyak fenomena Islam KTP yang mana berstatus agama Islam namun tidak menunaikan ibadah selayaknya perintah yang tersamapaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhasil, perseteruan pemikiran mengenai Islam dan negara atau Islam sebagai agama belum menemukan titik temu. Sejalan dengan dasar negara yang hingga kini masih ada golongan Islam Nasionalis dan Islam Sekuler.

Mendirikan partai politik merupakan aplikasi langsung. Dengan tujuan bahwa mereka dapat memberi manfaat bagi umat dan bangsa. Misi Islam membawa pada kebenaran, keadilan, kesejahteraan dan membela kepentingan mereka yang tertindas. Sehingga perjuangan Islam dalam pembentukan negara islam merupakan kewajiban. Munculnya beberapa partai islam dan gerakan Islam merupakan kesadaran syariat yang selama ini sulit terartikulasikan. Adanya kalangan substansif-inklusif menghalang-halangi berkembangnya dan tegaknya syariat islam di indonesia dan melemahkan makna islam dalam kehidupan politik bernegara. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim memiliki permasalahan dalam peraturan agama yang sudah mengakar di dalam kehidupan kemasyarakatan dan sudah terwujud di tingkat daerah.

Negara yang menjadi contoh baik bagi negara lainnya dalam hal demokrasi yaitu Indonesia memiliki fenomena peraturan daerah terkait ajaran-ajaran agama, yang sebagiannya mengurangi kebebasan demokrasi warga negara, tampak sebagai penyimpangan dari keseluruhan gambaran reformasi yang sedang berjalan. Dapat diesbutkan bahwa peraturan daerah syariah merupakan keganjilan atau gejala dalam pengelolaan pemerintahan. Kemunculan perda-perda syariah tampak berhubungan dengan pelimpahan otoritas legislatif kepada kabupaten atau kota dan provinsi sebagai bagian dari keseluruhan proses desentralisasi di Indonesia. Secara formal hukum Islam ditolak di tingkat nasional dari waktu ke waktu, nampak tejadi peningkatan jumlah kabupaten, kota dan provinsi yang mengesahkan perda yang dipengaruhi oleh syariah. Namun, banyak masalah dengan nama tersebut, termasuk fakta bahwa tidak semua perda agama mendukung penerapan syariah. Misalnya, satu naskah peraturan semacam itu di wilayah Kristen Manokwari, Papua. Membatasi pembangunan masjid dan pemakaian jilbab. Dan tidak semua perda berhubungan dengan Islam dan sesuia dengan konsep demokrasi yang dijunjung di Indonesia. Sehingga, sebgaian berpendapat Islam berhak atas pemikirannya dan non Islam berhak atas kebebasannya.

Tuntutan Syariat Islam
Pengaruh agama yang mendasari prilaku dan kebiasaan  masyarakat terdiskripsikan dari peraturan yang terilhami dari ajaran Islam. Adapun data yang tercatat dari 78 perda di Indonesia 35 perda masuk ke kategori moral dan 43 berhubungan langsung dengan ajaran Islam atau syariah. Misalnya saja di Banjarmasin, Kalimantan Selatan PNS diharuskan memakai jilbab bagi permpuan dan laku-laki mengenakan baju koko setiap hari Jumat. Hal demikian bertentangan dengan pendapat Yusuf Kala sebagai wakil presiden kala itu, berkata “ perda syariah menistakan Islam, menghina Tuhan dan menyinggung perasaan ulama”. Para pemerintah kerap memberikan tanggapan positif dan negatif yang berpengaruh terhadap pemikiran rakyat dan tentunya memicu terjadinya konflik verba. Adapun presiden diminta menandatangani penolakan atas petisi tersebut, yang didukung oleh partai berbasis Kristen. Tetapi penolakan atas petisi tersebut dari kalangan partai Islam, karena dengan adanya perda syariah dapat menjadi alat efektif memerangi perjudian, pelacuran dan lain-lain.

Deliar Noer dalam menyikapi sikap umat Islam terhadap negara/politik di Indonesia adalah sebagai berikut:

a.      Memandang Islam sebgai agama, satu pandangan hidup yang ajarannya mencakup segala aspek kehidupan.

b.      Tetap mengakui Islam sebagai pandangan hidup tetapi harus berakomodasi dengan keinginan pemegang kekuasaan yang masih bertoleransu terhadap pelaksanaan ibadah walaupun tidak bertoleransi terhadap politik Islam.

c.       Kelompok yang lebih mementingkan ibadah sebagai ritual dan menjunjung tinggi spiritual. Kelompok ini merasa senang dengan dibangunnya masjid dan madrasah dan cenderung memisahkan diri.

d.      Kelompok yang memandang Islam sebagai satu pergerakan budaya “minus” politik. Mereka membayangkan kota Madinah di masa Nabi sebagai satu masyarakat, bukan negara, tanpa pemerintahan.[3]

Secara historis negara Indonesia pada masa sebelum reformasi mengalami banyak peminggiran untuk menunaikan syariat Islam. Kebijakan politik yang dibuat bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan Islam, yaitu:

a.      Pengumuman Rancangan Undang-Undang Perkawinan pada tahun 1973, yang menimbulkan protes sangat dasyat.

b.      Pembangunan tempat-tempat sebgai lokalisasi perjudian dan pelacuran. Sebagaimana melegalkan perjudian terselubung melalui pemungutan yang disebut Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SBDS).

c.       Larangan memakai jilbab di sekolah menengah

d.      Program Keluarga Berencana.

Orde baru yang menghadapkan umat Islam pada berbagai masalah, bisa dikatakan pada masa reformasi “renesans” dalam hal kegiatan dan intelektual.[4] Hal-hal yang menjadi tema perbincangan meliputi ekonomi, pembangunan, syariat, teologi, politik, hubungan antar bangsa dan pendidikan. Dilihat dari sudut pandang ini  maka adanya masa depan untuk syariat Islam dan menegakkan Islam dalam lingkup negara.

Namun di masa reformasi ini berbagai tuntutan syariat yang menggebu-gebu dai golongan Islam-nasionalis. Terlihat dari kejadian tahun 2005 tinjauan kembali RUU tentang pornografi dan pornoaksi atas desakan MUI persoalan tentang lingkup yang sangat luas seperti tarian-tarian etnis atau kontemporer dan pakaian yang provokatif. Yang akhirnya menuai kontroversi. Februari 2006 aktivis turun ke jalan akibat peristiwadi Tangerang yaitu penangkapan pramusaji dan istri PNS saat menunggu bis di pinggir jalan setelah pulang kerja, akirnya menginap di penjara tiga hari dengan tuduhan pelacuran dan perilaku cabul. Juni 2006 SbY diminta agar menandatangani petisi untuk membatalkan peraturan yang diilhami syariah oleh 56 anggota DPR karena tidak konstitutional dan tidak konsisten dengan Pancasila dan ideologi negara yaitu dari Partai Damai Sejahtera, Golkar, PDIP, Partai Demokrat dan PKB. Petisi tersebut mendapat tanggapan dari 134 anggota DRP lainnya, mereka keberatan dan peraturan syariah adalah alat efektif untuk memerangi perjudian, alkoholisme, dan pelacuran. Terdiri dari partai PAN, PPP, PKS dan PBB.

Masa Depan Syariat Islam
Islam sebagai kekuatan sejarah atau historical forece, tidak dapat dilupakan sebagai penggerak setiap umatnya untuk membela dalam jalan Allah. Kecenderungan naik turunnya eksistensi Islam memberikan semangat syariat Islam ke depannya. Ketika partai Islam lebih di pandang sebagai penegak inspirasi rakyat yang mayoritas muslim sebagai jalan para kader untuk mendapatkan dukungan yang banyak. Namun, sekarang adanya penurunan dukungan terhadap agenda Islamis dan syariah. Sebagai contoh pengalaman Walikota Mataram, Nusa Tenggara Barat pada masa bakti 1999-2004 merencanakan perda menentang penyakit sosial termasuk membatasi alkohol, narkoba dan melindungi perempuan. Namun, janji tersebut tidak dapat ditepati dengan alasan untuk membayar hutang-hutang partai-partai Islam. Sehingga masyarakat yang tadinya percaya partai Islam yang nantinya dapat mengatasi problem masyarakat malah tidak seperti itu jadinya.

Selain itu, perhatian besar lebih terfokuskan pada kinerja pemerintahan. Misalnya dari 90 persen responden merasa bahwa urusan-urusan agama mesti konsisten dengan Pancasila dan Konstitusi. Selanjutnya, 85 persen merasa bahwa ideologi negara Indonesia telah diakui benar berdasarkan Pancasila daripada ideologi negara Islam.[5]

Komnas perempuan mengeluarkan pernyataan pada awal tahun 2006 yang membenarkan bahwa ada sejumlah 16 perda agama yang mendiskriminasi perempuan. Namun, dalam pandangan komnas Perempuan perda-perda ini tidak didorong niat konservatif, melainkan lebih sering muncul karena melek hukum yang buruk yang buruk dan rendahnya kemampuan membuat naskah perundang-undangan di kalangan penjabat pemerintahan. Akhirnya, merekomendasikan agar segera dilaksanakan intervensi-intervensi pengembangan kapasitas bagi kepala-kepala daerah dan para anggota DPRD.

Dalam hal ini, Islam tetap berperan besar di Indonesia, namun bobot perpolitikan yang memberikan pengaruh buruk terhadap partai Islam dan mecanangkan perda Syariah. Sehingga masyarakat kini lebih memilih penyelesaian pada masalah sosial yang lebih berdampak buruk pada kondisi rakyat daripada syariah yang kurang jelas penangannya. Dan menjadi daya tarik tersendiri pada organisasi Islam untuk menuntut syariah dalam sistem hukum yang tengah surut. Hal ini terlihat pada perda daerah yang terpengaruh dari syariat Islam. Berbeda ketika ini diajukan ke atas, perda syariah tidak dapat disetujui karena tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yang berbasis demokrasi.

Bab III

PENUTUP

Kesimpulan

Sejarah Islam di Inddonesia tidak dapat terlepas dari peran ulama serta setiap daerah yang menjadikan islam eksis di Nusantara. Hingga perkembangannya Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, sehingga peran umat Islam dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan tidak dapat dielakkan. Perubahan masa hingga reformasi sekarang ini menimbulkan naik turunnya eksistensi Islam dalam perpolitikan dan negara. Islam sebagai agama mayoritas bermain dalam tuntutannya meneggakkan syariat Islam. Namun, semua usaha tidak dapat dicapai dengan mudah. Banyaknya pandangan dan pemikiran mengenai Islam dan Negara. Indonesia yang berasakan Demokrasi  Pancasila dipandang tidak dapat diselarakan dengan syariah Islam. Hanya saja, jika peraturan dalam hukum Indonesia tidak dapat ditolak bahwa ada yang berdasarkan dengan syariah Islam. Alhasil, perda syariah dicanangkan untuk dapat diterapkan di setiap daerah di Indonesia, namun hal tersebut memicu banyak penolakan yang  berbau SARA. Sehingga dengan demikian masyarakat berpandnagan bahwa Islam harus relevan dengan demokrasi karena Indonesia ini disatukan dengan berbagai agama, etnis dan budaya.

Daftar Pustaka

Taufik, Abudllah. Islam Dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta:LP3S, 1987.

Rusli, Karim. Negara Dan Peminggiran Islam Politik. Yogyakarta: IKAPI, 1999.

Anwar, Harjono. Indonesia Kita: Pemikiran Berwawasan Iman-Islam. Jakarta: Gema Insan Pres. 1995.

Bush, robin. Peraturan Daerah Syariah Di Indonesia.

[1] Anwar, Harjono. Indonesia Kita: Pemikiran Berwawasan Iman-Islam. Jakarta: Gema Insan Pres. 1995, halaman 17.
[2] Rusli  Karim, Negara Dan Peminggiran Islam Politik, Yogyakarta: IKAPI, 1999, halaman 47
[3] Taufik, Abudllah. Islam Dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta:LP3S, 1987, halaman 67.
[4] Rusli, Karim, halaman 19.
[5] Robin Bush, Peraturan Daerah Syariah Di Indonesia, halaman 189.

Pemutaran Film Senyap

 

Pemutaran Film Senyap, Ormas Bersorban Datangi Uin Suka

 

Pemutaran film ‘Senyap’ di UIN Sunan Kalijaga menuai protes dari kalangan ormas bersorban yang mendatangi kampus pada tengah acara yang dilaksanakan pada Rabu ,11 Maret 2015. Ketika itu Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) UIN Sunan Kalijaga menggelar pemutaran film dan diskusi seputaran film yang diadakan di Studi Center. Tiba-tiba ditengah acara pada pukul 09.00 datang orang-orang yang bersorban untuk menghentikan acara tersebut karena dianggap sebagai propaganda komunis.

Gerbang kampus timur langsung ditutup menggunakan bambu dan di siagakan pihak kepolisian agar massa tidak masuk. Sempat ormas tersebut bertemu dengan rektor dan berangsur-angsur puluhan massa ormas membubarkan diri. Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Minhaji menyebut kedatangan ormas Islam tersebut menunjukkan aturan larangan pemutaran film ‘Senyap’. “Tadi disampaikan Ustaz Umar (perwakilan ormas Islam) mengenai peraturan adanya larangan untuk pemutaran film. Kalau sudah ada peraturan dilarang ya kita hormati,” ujar Ahmad Minhaji.

Tidak getar dengan kedatangan ormas, Rhetor Ahmad Haedar Penanggungjawab LPM melanjutkan dengan diskusi. “Selama ini diskusi dan pemutaran film selalu diberangus, di sini kami tetap melanjutkan bukan untuk doktrin, tetapi untuk mendiskusikan sejarah, dan menemukan pengkajian baru,” ujarnya.

Kejadian serupa tak hanya sekali ini terjadi di Yogya, pada Desember 2014, Sintesa Fisipol UGM mengadakan acara serupa. Kala itu pemutaran film sempat berpindah-pindah, acara dilakukan dua sesi, pada pemutaran pertama berjalan lancar dengan pengamanan 3 personil polisi dan Satuan Keamanan Kampus (SKK). Namun pemutaran sesi kedua dibatalkan karena panitia mendengar kabar sejumlah massa ormas mendatangi kampus.